Senin, 24 Februari 2025

Khutbah Jumat di Masjid An-Nahdlo Margomulyo: Menyelami Makna Ridha Allah

Ustadz Agus Sholahudin Shidiq, M.H.I.(Jas Biru) bersama Takmir Masjid An-nahdlo

Margomulyo, 21 Februari 2025 - Masjid An-Nahdlo Margomulyo menjadi saksi penyampaian khutbah Jumat yang penuh makna oleh Ustadz Agus Sholahudin Shidiq, M.H.I., Dekan Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri Bojonegoro. Dalam khutbahnya, beliau menyoroti esensi ridha Allah sebagai tujuan utama dalam kehidupan seorang Muslim.

Ustadz Agus Sholahudin mengawali khutbah dengan merujuk pada kitab Nasha’ihul Ibad karya Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Asqalani, yang menyebutkan bahwa terdapat empat hal yang lebih utama daripada surga itu sendiri, salah satunya adalah ridha Allah. Beliau menegaskan bahwa mendapatkan ridha Allah merupakan pencapaian tertinggi bagi setiap hamba.

Ridha Allah dan Hubungannya dengan Ridha Orang Tua

Dalam khutbahnya, Ustadz Agus Sholahudin menyinggung maqalah Ridhallah fi Ridhal Walidain, yang berarti ridha Allah bergantung pada ridha orang tua. Ia menjelaskan bahwa kepuasan orang tua terhadap anaknya menjadi indikasi dari ridha Allah terhadap hamba-Nya. Oleh karena itu, ia mengajak jamaah untuk senantiasa berbakti kepada orang tua sebagai jalan meraih ridha Allah.

Tiga Tingkatan Ibadah

Lebih lanjut, Ustadz Agus Sholahudin menguraikan tiga tingkatan dalam beribadah:

  1. Beribadah karena takut neraka - Seperti seorang budak yang takut pada majikannya.

  2. Beribadah karena berharap surga - Seperti seorang pedagang yang mengharapkan keuntungan.

  3. Beribadah semata-mata untuk ridha Allah - Tingkatan tertinggi yang menunjukkan ketulusan dan kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya.

Fokus pada Tujuan Hidup

Beliau juga menekankan pentingnya memiliki tujuan yang jelas dalam hidup, baik dalam aspek duniawi maupun ukhrawi. Dengan mengutip Al-Qur'an, ia mengingatkan bahwa janji Allah kepada orang beriman bukan hanya surga, tetapi juga ridha-Nya yang lebih agung.

Kisah Inspiratif Abu Thalhah

Sebagai penutup, Ustadz Agus Sholahudin membawakan kisah Abu Thalhah yang rela memberikan makanan terakhirnya kepada tamu Rasulullah SAW, meskipun ia sendiri dalam keadaan lapar. Keikhlasan ini membuat Allah takjub dan menurunkan ayat dalam surat Al-Hasyr sebagai bentuk ridha-Nya.

Khutbah Jumat ini meninggalkan kesan mendalam bagi jamaah yang hadir. Dengan pemaparan yang sistematis dan inspiratif, Ustadz Agus Sholahudin Shidiq berhasil mengajak umat Islam untuk menjadikan ridha Allah sebagai fokus utama dalam menjalani kehidupan di dunia.

Respon Jamaah dan Harapan ke Depan

Setelah khutbah selesai, banyak jamaah yang menyampaikan apresiasi mereka terhadap pesan-pesan yang disampaikan. Beberapa jamaah merasa khutbah ini memberikan pemahaman baru tentang makna ibadah dan pentingnya mencari ridha Allah dalam setiap aspek kehidupan.

Salah satu jamaah, Bapak Hadi, mengungkapkan bahwa khutbah tersebut menggugah hati dan memberikan motivasi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. "Saya sangat terinspirasi dengan kisah Abu Thalhah yang menunjukkan betapa pentingnya keikhlasan dalam beramal," ujarnya.

Dewan pengurus Masjid An-Nahdlo Margomulyo juga berharap agar khutbah-khutbah serupa dapat terus dihadirkan di masjid ini sebagai bagian dari pembinaan spiritual bagi masyarakat. Mereka berencana untuk mengundang lebih banyak ulama dan cendekiawan Islam guna memberikan pencerahan kepada jamaah.

Dengan adanya khutbah seperti ini, diharapkan masyarakat Muslim di Margomulyo semakin memahami pentingnya menjalani kehidupan yang berorientasi pada ridha Allah, serta memperkuat kebersamaan dalam membangun lingkungan yang lebih religius dan harmonis.

Sabtu, 15 Februari 2025

KH. Maimun Syafi’i Sampaikan Pentingnya Keseimbangan Dunia dan Akhirat dalam Khutbah Jumat di Masjid An-Nahdla

Margomulyo- Jum'at, 14 Februari 2025 – Masjid An-Nahdla Margomulyo kembali menggelar Shalat Jumat dengan penuh khidmat pada Jumat (14/2). Bertindak sebagai khatib, KH. Maimun Syafi’i, Rais PCNU Bojonegoro, yang dalam khutbahnya menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara perjuangan dunia dan akhirat.


Dalam khutbahnya, KH. Maimun Syafi’i mengingatkan bahwa Islam tidak mengajarkan untuk meninggalkan urusan duniawi secara total, tetapi menganjurkan keseimbangan antara mencari nafkah, beribadah, dan mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat. “Seorang Muslim harus cerdas dalam membagi waktu dan tenaga, tidak terjebak dalam sikap materialistis, namun juga tidak lalai dalam ibadah dan amal saleh,” tegasnya.


Beliau juga menekankan bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan sementara, sementara kehidupan yang kekal adalah di akhirat. Oleh karena itu, umat Islam harus bijak dalam mengelola harta, waktu, dan tenaga agar tidak terjerumus dalam kesibukan dunia yang melalaikan kewajiban ibadah. KH. Maimun Syafi’i mengutip firman Allah dalam Surah Al-Qashash ayat 77:


"وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ"


"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia; dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).


Khutbah yang penuh dengan nasihat dan refleksi tersebut diikuti dengan khidmat oleh para jamaah. Seusai Shalat Jumat, KH. Maimun Syafi’i berkesempatan untuk beramah tamah dengan beberapa pengurus Takmir Masjid An-Nahdla. Dalam perbincangan hangat tersebut, beliau memberikan motivasi kepada para pengurus agar terus berkhidmah dengan penuh keikhlasan demi kemakmuran masjid dan keberlanjutan syiar Islam di tengah masyarakat.


Dalam kesempatan itu, para pengurus Takmir juga menyampaikan beberapa program yang telah berjalan serta tantangan yang dihadapi dalam memakmurkan masjid. KH. Maimun Syafi’i memberikan beberapa saran strategis, termasuk pentingnya menjaga kekompakan pengurus, meningkatkan program keagamaan, serta memperkuat peran masjid sebagai pusat dakwah dan pendidikan umat.


Sebelum berpamitan, KH. Maimun Syafi’i menyempatkan diri untuk berfoto bersama di halaman depan masjid, diabadikan sebagai kenangan atas kunjungan dan tausiyah berharga yang beliau sampaikan. Momen kebersamaan ini menjadi bukti eratnya hubungan antara ulama dan umat, serta semangat kebersamaan dalam membangun peradaban Islam yang lebih baik.


Kehadiran ulama besar seperti KH. Maimun Syafi’i tidak hanya menambah keberkahan bagi jamaah, tetapi juga memberikan inspirasi bagi umat Islam untuk terus menjaga keseimbangan hidup, bekerja keras di dunia, dan tetap berorientasi pada kebahagiaan akhirat. Para jamaah yang hadir merasa mendapatkan pencerahan dan motivasi untuk semakin memperkuat nilai-nilai keimanan dalam kehidupan sehari-hari.


Dengan semangat kebersamaan dan keikhlasan dalam berkhidmah, Masjid An-Nahdla terus berupaya menjadi pusat kegiatan keislaman yang membawa manfaat bagi umat.

Selasa, 11 Februari 2025

Rapat Koordinasi dan Evaluasi Takmir Masjid: Evaluasi Kinerja dan Penguatan Khidmah


Margomulyo – Selasa, 11 Februari 2025, pukul 20.30 WIB hingga selesai, Takmir Masjid menggelar Rapat Koordinasi dan Evaluasi di Ruang Takmir. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh jajaran pengurus guna membahas hasil koordinasi dengan Kabag Kesra dan OPD Kabupaten Bojonegoro serta mengevaluasi kinerja ketakmiran secara menyeluruh.

Ketua Takmir Masjid, Bapak Suroto, dalam paparannya menyampaikan hasil rapat bersama Kabag Kesra dan OPD Kabupaten Bojonegoro. Beliau menegaskan pentingnya perbaikan dalam berbagai aspek ketakmiran, terutama evaluasi personal masing-masing pengurus. Selain itu, koordinasi dan evaluasi kinerja ketakmiran menjadi sorotan utama guna meningkatkan efektivitas pengelolaan masjid.

Sekretaris umum dalam kesempatan tersebut mereview serta menegaskan kembali pentingnya kesungguhan dalam berkhidmah. Beliau mengingatkan seluruh pengurus agar senantiasa bekerja dengan niat yang tulus dan profesional demi kemajuan masjid.

Sementara itu, Bendahara Umum memaparkan laporan keuangan sebagai bentuk transparansi dalam pengelolaan dana masjid. Penyampaian ini menjadi bagian penting dalam memastikan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran serta optimalisasi penggunaan dana untuk kemaslahatan jamaah.

Koordinator Kebersihan, Kiai Parno, juga mengemukakan berbagai kendala yang dihadapi dalam pengelolaan kebersihan masjid. Salah satu permasalahan utama yang diangkat adalah kurangnya fasilitas pendukung kebersihan, yang diharapkan dapat segera mendapat perhatian dan solusi dari seluruh pengurus.

Dalam rapat ini, Ndan Ghofur turut memaparkan perihal pengaturan pedagang UMKM, parkir, serta tata kelola pengunjung masjid. Beliau menekankan pentingnya pengelolaan yang lebih baik agar aktivitas di sekitar masjid tetap tertib dan tidak mengganggu kenyamanan jamaah.

Dengan adanya rapat koordinasi dan evaluasi ini, diharapkan seluruh pengurus dapat semakin solid dalam menjalankan tugasnya. Evaluasi yang dilakukan menjadi langkah penting dalam memperbaiki kinerja serta memastikan keberlanjutan pengelolaan masjid yang lebih baik dan profesional.

Selain itu, dalam sesi diskusi terbuka, para pengurus menyampaikan berbagai usulan dan masukan guna meningkatkan efektivitas program ketakmiran. Beberapa di antaranya mencakup perbaikan sistem administrasi, peningkatan kegiatan keagamaan, serta optimalisasi peran sosial masjid dalam melayani jamaah dan masyarakat sekitar.

Sebagai tindak lanjut dari rapat ini, masing-masing pengurus diberikan tugas khusus sesuai dengan bidangnya untuk segera menindaklanjuti hasil evaluasi yang telah dibahas. Dengan demikian, diharapkan perubahan yang lebih baik dapat segera terwujud demi kemajuan masjid dan kesejahteraan jamaahnya.

Rapat diakhiri dengan doa bersama, memohon keberkahan dan kemudahan dalam menjalankan amanah sebagai pengurus takmir masjid. Semangat berkhidmah yang ditekankan dalam pertemuan ini menjadi pijakan bagi seluruh pengurus dalam mengabdi dengan penuh dedikasi dan keikhlasan.

Jumat, 07 Februari 2025

Sya'ban Bulan Sholawat Nabi|| Dr. Nurul Huda, MHI (Wakil Rektor UNUGIRI Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Keagamaan)


Margomulyo - Jumat, 7 Februari 2025, Dr. Nurul Huda, MHI, Wakil Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Bojonegoro (UNUGIRI) Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Keagamaan, menyampaikan khutbah Jumat di Masjid Wisata Religi An-Nahdlo, Margomulyo. Khutbah tersebut mengangkat tema Sya'ban sebagai Bulan Sholawat Nabi guna untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam kepedulian terhadap kaum miskin dan menjauhi kesenjangan sosial.


Sholawat sebagai Bentuk Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW

Dr. Nurul Huda memulai khutbahnya dengan mengutip ayat Al-Qur'an yang menegaskan bahwa sholawat kepada Nabi Muhammad SAW merupakan ibadah yang istimewa. Allah SWT dan para malaikat telah lebih dahulu bersholawat kepada Nabi sebelum memerintahkan umat manusia untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan betapa tingginya kedudukan Nabi Muhammad SAW di sisi Allah.

Bulan Sya'ban memiliki kedudukan istimewa dalam kalender Islam sebagai bulan yang dipenuhi dengan keutamaan, salah satunya adalah anjuran memperbanyak sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Praktik ini tidak hanya memiliki dasar teologis yang kuat dalam ajaran Islam tetapi juga memberikan dampak spiritual bagi umat Muslim. 

Dalam kalender Hijriyah, bulan Sya'ban menempati posisi strategis sebagai bulan persiapan menuju Ramadhan. Rasulullah SAW dikenal memperbanyak ibadah di bulan ini, termasuk berpuasa dan memperbanyak sholawat. Sholawat merupakan amalan yang diperintahkan dalam Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Ahzab: 56:

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. Al-Ahzab: 56)


Kepedulian Nabi terhadap Kaum Miskin

Dalam khutbahnya, Dr. Nurul Huda mengingatkan jamaah tentang hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri, di mana Nabi Muhammad SAW berdoa agar hidup dan wafat dalam keadaan miskin, serta dikumpulkan bersama orang-orang miskin di hari kiamat. Doa ini bukan sekadar ucapan, melainkan juga dibuktikan melalui tindakan Nabi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, Nabi tidur di atas tikar yang meninggalkan bekas di punggungnya, dan beliau sering berpuasa ketika tidak ada makanan di rumah.


Dr. Nurul Huda menegaskan bahwa doa Nabi tersebut bukanlah ajakan untuk hidup dalam kemiskinan, melainkan sebagai bentuk empati dan kasih sayang beliau terhadap kaum miskin yang sering dipandang rendah dan ditindas. Nabi mengajak umatnya untuk tidak memandang sebelah mata terhadap mereka yang kurang mampu.


Ajaran Islam tentang Keadilan Sosial

Nabi Muhammad SAW, sebagai panutan umat Islam, menginginkan agar umatnya tidak terpecah-belah hanya karena perbedaan materi duniawi. Beliau mencontohkan kehidupan yang sederhana dan tidak berfoya-foya, meskipun sebagai Rasul dan pemimpin umat, beliau sebenarnya tidak kekurangan secara materi. Allah SWT telah memberikan kecukupan untuk memenuhi kebutuhan duniawi beliau dan keluarganya.


Dr. Nurul Huda menjelaskan bahwa ajaran Islam mengatur berbagai bentuk kepedulian sosial, mulai dari anjuran sedekah dan infak, hingga kewajiban zakat harta dan zakat fitrah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keadilan sosial dalam Islam.


Tanggung Jawab terhadap Keluarga

Selain itu, Dr. Nurul Huda juga mengingatkan jamaah tentang pentingnya memberikan nafkah yang layak kepada keluarga. Menurutnya, meninggalkan ahli waris dalam keadaan mampu lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nisa’ ayat 9, yang memerintahkan umat Islam untuk bertakwa dan memastikan kesejahteraan keturunan mereka.


Penutup: Menjadi Umat yang Dicintai Nabi

Dr. Nurul Huda menutup khutbahnya dengan mengajak jamaah untuk tidak membuat Nabi Muhammad SAW resah dan gelisah. Sebagai umat yang mengaku mencintai Nabi, sudah seharusnya kita meneladani sikap beliau dalam kepedulian terhadap sesama, terutama kaum miskin. Dengan demikian, kita dapat menjadi umat yang dicintai Nabi dan mendapatkan kebaikan di dunia maupun di akhirat.


Khutbah Jumat ini diakhiri dengan doa agar Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan keberkahan kepada seluruh umat Islam, serta menerima amal ibadah yang telah dilakukan.


Setelah menyampaikan khutbahnya, Dr. Nurul Huda meluangkan waktu untuk beramah tamah dengan para takmir masjid. Suasana penuh keakraban terlihat saat beliau berbincang santai, memberikan nasihat, serta mendengarkan berbagai aspirasi dari para pengurus masjid. Sebelum berpamitan pulang, Dr.. Nurul Huda menyempatkan diri untuk berfoto bersama dengan perwakilan takmir sebagai bentuk kebersamaan dan kenang-kenangan atas pertemuan yang penuh makna tersebut. Dengan penuh kehangatan, beliau pun mengucapkan salam perpisahan, meninggalkan kesan mendalam bagi para jamaah yang hadir.

Momen kebersamaan itu menjadi simbol eratnya hubungan antara ulama dan pengurus masjid dalam membina serta menguatkan syiar Islam di tengah masyarakat. Para takmir mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih atas kehadiran serta tausiyah yang disampaikan Dr. Nurul Huda, yang diharapkan dapat menjadi motivasi dalam menjalankan tugas dakwah dan pengelolaan masjid dengan lebih baik.


Setelah sesi foto bersama, Dr. Nurul Huda pun berpamitan dengan penuh kehangatan, diiringi doa dari para takmir agar beliau senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah dakwahnya. Dengan demikian, pertemuan yang singkat namun penuh makna ini menjadi pengingat akan pentingnya sinergi antara ulama dan masyarakat dalam menjaga nilai-nilai keislaman serta memperkuat ukhuwah Islamiyah.


Di sarikan dari Materi Khutbah Dr. Nurul Huda, MHI. Oleh Badrun.
Materi Khutbah Bisa Di Unduh Di Sini

Sabtu, 01 Februari 2025

Bulan Sya’ban: Momentum Persiapan Spiritual Menyongsong Ramadhan || KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA (Direktur Pasca Sarjana UNUGIRI)

KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA. (Surban Putih)

Margomulyo, 31 Januari 2025 – Dalam suasana yang khidmat di Masjid An-Nahdlah, Margomulyo, KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA. (Direktur Pasca Sarjana UNUGIRI Bojonegoro) menyampaikan khutbah Jumat dengan tema yang begitu relevan bagi umat Islam: amalan di awal bulan Sya’ban. Khutbah ini mengajak jamaah untuk lebih memahami makna dan keutamaan bulan Sya’ban sebagai gerbang menuju bulan suci Ramadhan.

Menghidupkan Bulan yang Sering Terlupakan

Dalam khutbahnya, KH. Ridlwan Hambali mengawali dengan mengajak jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yunus ayat 63-64 yang menegaskan bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Beliau kemudian menjelaskan makna bahasa dari Sya’ban, yang berasal dari kata syi’ab, yang berarti jalan di atas gunung. Makna ini mencerminkan bahwa bulan Sya’ban adalah jalan menanjak menuju bulan suci Ramadhan, yang menjadi puncak ibadah bagi umat Islam.

Namun, di balik posisinya yang strategis di antara bulan Rajab dan Ramadhan, bulan Sya’ban kerap dilupakan oleh banyak orang. Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan An-Nasai, Rasulullah SAW bahkan menyebut Sya’ban sebagai bulan yang sering terabaikan oleh manusia.

“Dilupakan bukan berarti tidak mulia. Justru, karena kurang mendapat perhatian, bulan ini menjadi kesempatan bagi mereka yang ingin lebih dekat kepada Allah dengan amalan-amalan yang sering terlewatkan,” ungkap KH. Ridlwan Hambali dalam khutbahnya.

 

Peristiwa Penting di Bulan Sya’ban

Lebih lanjut, beliau menyoroti beberapa peristiwa besar yang terjadi di bulan Sya’ban sebagai bukti kemuliaannya.

Pertama, di bulan inilah Allah SWT menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surah Al-Ahzab ayat 56. Shalawat yang Allah dan para malaikat panjatkan kepada Rasulullah menjadi bukti kemuliaan beliau, sekaligus anjuran bagi umat Islam untuk memperbanyak shalawat sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi.

Kedua, pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, Allah mewajibkan ibadah puasa bagi umat Islam. Hal ini menjadi penanda bahwa Sya’ban bukan sekadar bulan biasa, melainkan juga bulan persiapan mental dan spiritual menuju Ramadhan.

Ketiga, bulan Sya’ban juga mencatat sejarah perubahan kiblat umat Islam dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram. Peristiwa ini menegaskan bahwa ibadah bukan hanya soal arah fisik, tetapi lebih kepada ketaatan kepada perintah Allah.

 

Menghidupkan Amalan di Bulan Sya’ban

KH. Ridlwan Hambali mengingatkan bahwa para ulama salaf sangat memperhatikan bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunnah, dzikir, istighfar, serta memperbaiki hubungan dengan sesama.

Di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, bulan Sya’ban dikenal dengan sebutan Bulan Ruwah—berasal dari kata ruh—yang menandakan momen untuk mendoakan arwah leluhur. Tradisi ini mengakar kuat dalam masyarakat, mengajarkan nilai-nilai kebaikan, dan menjadi bagian dari persiapan menuju bulan Ramadhan.

 

Membangun Kesadaran Kolektif untuk Memuliakan Sya’ban

KH. M. Ridlwan Hambali menekankan bahwa salah satu tantangan besar dalam kehidupan modern adalah kecenderungan umat Islam untuk lebih fokus pada bulan Ramadhan, sementara bulan Sya’ban sering kali terlewatkan tanpa persiapan yang matang.

“Jika kita ingin meraih keberkahan Ramadhan secara maksimal, maka kita harus mulai mempersiapkan diri sejak Sya’ban. Sebab, orang yang berhasil di bulan suci bukanlah mereka yang memulai dari nol, tetapi yang sudah melatih diri sebelumnya,” ujar beliau dalam khutbahnya.

Lebih jauh, beliau mengajak umat Islam untuk merefleksikan kembali amalan-amalan yang bisa dilakukan di bulan ini, antara lain:

Memperbanyak puasa sunnah, terutama pada pertengahan bulan (Nisfu Sya’ban), sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Meningkatkan bacaan shalawat, mengingat pada bulan ini turun perintah Allah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Memperbanyak istighfar dan doa, karena di bulan ini catatan amal manusia selama setahun diangkat dan diperbaharui.

Memperbaiki hubungan sosial, dengan cara meminta maaf kepada sesama serta meningkatkan kepedulian kepada fakir miskin dan dhuafa.

Menjaga Spiritualitas dalam Tradisi Nusantara

Dalam konteks keislaman di Indonesia, bulan Sya’ban juga dikenal sebagai Bulan Ruwah, yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat Jawa. Pada bulan ini, banyak umat Islam yang menggelar doa bersama, tahlilan, dan ziarah kubur untuk mendoakan arwah leluhur.

Tradisi ini, menurut KH. Ridlwan Hambali, bukanlah sekadar budaya turun-temurun, melainkan bentuk refleksi dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga silaturahmi, baik dengan yang masih hidup maupun dengan yang telah wafat.

“Sebagaimana sabda Rasulullah, ‘Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.’ Maka, sudah sepatutnya kita menghormati para pendahulu kita, mendoakan mereka, dan melanjutkan kebaikan yang mereka wariskan,” jelas beliau.

Tradisi Ruwahan juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk introspeksi dan memperbaiki diri, sehingga saat memasuki bulan Ramadhan, mereka telah membersihkan hati dari segala bentuk permusuhan, dendam, dan kesalahan terhadap sesama.

Kesimpulan: Menghidupkan Sya’ban dengan Ibadah dan Kebaikan

KH. Ridlwan Hambali mengakhiri khutbahnya dengan mengajak jamaah untuk menghidupkan bulan Sya’ban dengan amal saleh dan kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

“Jangan biarkan Sya’ban berlalu begitu saja tanpa makna. Manfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki kualitas ibadah, membersihkan hati, dan memperbanyak doa agar kita semua diberikan kesempatan bertemu dengan Ramadhan dalam keadaan terbaik,” tutup beliau dengan penuh harap.

Khutbah Jumat ini menjadi pengingat bagi umat Islam bahwa Sya’ban bukanlah bulan biasa. Ia adalah gerbang menuju bulan suci, tempat kita mempersiapkan diri agar lebih siap menyambut limpahan keberkahan dan ampunan di bulan Ramadhan. Dengan memahami keutamaan bulan ini dan mengamalkan sunnah yang diajarkan Rasulullah, umat Islam dapat meraih keberkahan yang lebih luas, tidak hanya di bulan Ramadhan tetapi sepanjang tahun.

Usai menyampaikan khutbah, KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA tidak langsung beranjak pergi. Beliau meluangkan waktu untuk beramah tamah dengan para takmir Masjid An-Nahdlah serta beberapa jamaah yang masih bertahan di serambi masjid. Suasana penuh kehangatan dan kekeluargaan begitu terasa, mencerminkan eratnya hubungan ulama dengan masyarakat setempat.

Dalam perbincangan santai tersebut, takmir masjid menyampaikan apresiasi atas isi khutbah yang begitu mendalam dan relevan bagi umat Islam, terutama menjelang bulan Ramadhan. Beberapa pengurus masjid juga memanfaatkan momen ini untuk berdiskusi tentang berbagai program keagamaan yang dapat digalakkan di bulan Sya’ban dan Ramadhan, termasuk kegiatan kajian, bakti sosial, serta peningkatan semangat ibadah di kalangan jamaah.

KH. Ridlwan Hambali dengan penuh kebijaksanaan menyambut baik diskusi tersebut dan memberikan beberapa arahan terkait pentingnya memaksimalkan potensi masjid sebagai pusat ibadah dan pendidikan spiritual bagi masyarakat.

"Masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat pembinaan umat. Jika masjid hidup dengan kajian, ibadah, dan kegiatan sosial, maka masyarakat di sekitarnya pun akan merasakan keberkahannya," ujar beliau.

Momen Kebersamaan yang Diabadikan

Sebagai tanda kenangan, acara ramah tamah tersebut ditutup dengan sesi foto bersama. KH. Ridlwan Hambali bersama takmir masjid dan beberapa jamaah yang ikut serta, dengan latar belakang Masjid An-Nahdlah yang megah. Senyum dan kehangatan terpancar dalam potret kebersamaan itu, seolah menjadi simbol ukhuwah Islamiyah yang semakin kuat.

Bagi para jamaah, momen ini tidak hanya sekadar dokumentasi, tetapi juga bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang telah memberikan ilmu dan motivasi spiritual melalui khutbahnya. Banyak di antara mereka yang berharap bahwa kunjungan beliau ke masjid ini bukanlah yang terakhir, melainkan awal dari silaturahmi yang lebih erat di masa mendatang.

Dengan berakhirnya sesi foto bersama, satu per satu jamaah berpamitan. KH. Ridlwan Hambali pun meninggalkan Masjid An-Nahdlah dengan doa dan harapan, agar setiap ilmu yang telah disampaikan dapat diamalkan dengan baik, menjadikan bulan Sya’ban sebagai momentum meningkatkan keimanan dan persiapan menyambut Ramadhan yang penuh berkah.

 

(Artikel ini disusun oleh Badrun, berdasarkan khutbah yang disampaikan oleh KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA di Masjid An-Nahdlah, Margomulyo, pada 31 Januari 2025.)