Sabtu, 01 Februari 2025

Bulan Sya’ban: Momentum Persiapan Spiritual Menyongsong Ramadhan || KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA (Direktur Pasca Sarjana UNUGIRI)

KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA. (Surban Putih)

Margomulyo, 31 Januari 2025 – Dalam suasana yang khidmat di Masjid An-Nahdlah, Margomulyo, KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA. (Direktur Pasca Sarjana UNUGIRI Bojonegoro) menyampaikan khutbah Jumat dengan tema yang begitu relevan bagi umat Islam: amalan di awal bulan Sya’ban. Khutbah ini mengajak jamaah untuk lebih memahami makna dan keutamaan bulan Sya’ban sebagai gerbang menuju bulan suci Ramadhan.

Menghidupkan Bulan yang Sering Terlupakan

Dalam khutbahnya, KH. Ridlwan Hambali mengawali dengan mengajak jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yunus ayat 63-64 yang menegaskan bahwa orang-orang yang beriman dan bertakwa akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Beliau kemudian menjelaskan makna bahasa dari Sya’ban, yang berasal dari kata syi’ab, yang berarti jalan di atas gunung. Makna ini mencerminkan bahwa bulan Sya’ban adalah jalan menanjak menuju bulan suci Ramadhan, yang menjadi puncak ibadah bagi umat Islam.

Namun, di balik posisinya yang strategis di antara bulan Rajab dan Ramadhan, bulan Sya’ban kerap dilupakan oleh banyak orang. Dalam hadis riwayat Abu Dawud dan An-Nasai, Rasulullah SAW bahkan menyebut Sya’ban sebagai bulan yang sering terabaikan oleh manusia.

“Dilupakan bukan berarti tidak mulia. Justru, karena kurang mendapat perhatian, bulan ini menjadi kesempatan bagi mereka yang ingin lebih dekat kepada Allah dengan amalan-amalan yang sering terlewatkan,” ungkap KH. Ridlwan Hambali dalam khutbahnya.

 

Peristiwa Penting di Bulan Sya’ban

Lebih lanjut, beliau menyoroti beberapa peristiwa besar yang terjadi di bulan Sya’ban sebagai bukti kemuliaannya.

Pertama, di bulan inilah Allah SWT menurunkan ayat perintah bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surah Al-Ahzab ayat 56. Shalawat yang Allah dan para malaikat panjatkan kepada Rasulullah menjadi bukti kemuliaan beliau, sekaligus anjuran bagi umat Islam untuk memperbanyak shalawat sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi.

Kedua, pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, Allah mewajibkan ibadah puasa bagi umat Islam. Hal ini menjadi penanda bahwa Sya’ban bukan sekadar bulan biasa, melainkan juga bulan persiapan mental dan spiritual menuju Ramadhan.

Ketiga, bulan Sya’ban juga mencatat sejarah perubahan kiblat umat Islam dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram. Peristiwa ini menegaskan bahwa ibadah bukan hanya soal arah fisik, tetapi lebih kepada ketaatan kepada perintah Allah.

 

Menghidupkan Amalan di Bulan Sya’ban

KH. Ridlwan Hambali mengingatkan bahwa para ulama salaf sangat memperhatikan bulan Sya’ban dengan memperbanyak puasa sunnah, dzikir, istighfar, serta memperbaiki hubungan dengan sesama.

Di Indonesia, khususnya di kalangan masyarakat Jawa, bulan Sya’ban dikenal dengan sebutan Bulan Ruwah—berasal dari kata ruh—yang menandakan momen untuk mendoakan arwah leluhur. Tradisi ini mengakar kuat dalam masyarakat, mengajarkan nilai-nilai kebaikan, dan menjadi bagian dari persiapan menuju bulan Ramadhan.

 

Membangun Kesadaran Kolektif untuk Memuliakan Sya’ban

KH. M. Ridlwan Hambali menekankan bahwa salah satu tantangan besar dalam kehidupan modern adalah kecenderungan umat Islam untuk lebih fokus pada bulan Ramadhan, sementara bulan Sya’ban sering kali terlewatkan tanpa persiapan yang matang.

“Jika kita ingin meraih keberkahan Ramadhan secara maksimal, maka kita harus mulai mempersiapkan diri sejak Sya’ban. Sebab, orang yang berhasil di bulan suci bukanlah mereka yang memulai dari nol, tetapi yang sudah melatih diri sebelumnya,” ujar beliau dalam khutbahnya.

Lebih jauh, beliau mengajak umat Islam untuk merefleksikan kembali amalan-amalan yang bisa dilakukan di bulan ini, antara lain:

Memperbanyak puasa sunnah, terutama pada pertengahan bulan (Nisfu Sya’ban), sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Meningkatkan bacaan shalawat, mengingat pada bulan ini turun perintah Allah untuk bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Memperbanyak istighfar dan doa, karena di bulan ini catatan amal manusia selama setahun diangkat dan diperbaharui.

Memperbaiki hubungan sosial, dengan cara meminta maaf kepada sesama serta meningkatkan kepedulian kepada fakir miskin dan dhuafa.

Menjaga Spiritualitas dalam Tradisi Nusantara

Dalam konteks keislaman di Indonesia, bulan Sya’ban juga dikenal sebagai Bulan Ruwah, yang merupakan bagian dari tradisi masyarakat Jawa. Pada bulan ini, banyak umat Islam yang menggelar doa bersama, tahlilan, dan ziarah kubur untuk mendoakan arwah leluhur.

Tradisi ini, menurut KH. Ridlwan Hambali, bukanlah sekadar budaya turun-temurun, melainkan bentuk refleksi dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga silaturahmi, baik dengan yang masih hidup maupun dengan yang telah wafat.

“Sebagaimana sabda Rasulullah, ‘Barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.’ Maka, sudah sepatutnya kita menghormati para pendahulu kita, mendoakan mereka, dan melanjutkan kebaikan yang mereka wariskan,” jelas beliau.

Tradisi Ruwahan juga menjadi momentum bagi masyarakat untuk introspeksi dan memperbaiki diri, sehingga saat memasuki bulan Ramadhan, mereka telah membersihkan hati dari segala bentuk permusuhan, dendam, dan kesalahan terhadap sesama.

Kesimpulan: Menghidupkan Sya’ban dengan Ibadah dan Kebaikan

KH. Ridlwan Hambali mengakhiri khutbahnya dengan mengajak jamaah untuk menghidupkan bulan Sya’ban dengan amal saleh dan kesadaran spiritual yang lebih tinggi.

“Jangan biarkan Sya’ban berlalu begitu saja tanpa makna. Manfaatkan kesempatan ini untuk memperbaiki kualitas ibadah, membersihkan hati, dan memperbanyak doa agar kita semua diberikan kesempatan bertemu dengan Ramadhan dalam keadaan terbaik,” tutup beliau dengan penuh harap.

Khutbah Jumat ini menjadi pengingat bagi umat Islam bahwa Sya’ban bukanlah bulan biasa. Ia adalah gerbang menuju bulan suci, tempat kita mempersiapkan diri agar lebih siap menyambut limpahan keberkahan dan ampunan di bulan Ramadhan. Dengan memahami keutamaan bulan ini dan mengamalkan sunnah yang diajarkan Rasulullah, umat Islam dapat meraih keberkahan yang lebih luas, tidak hanya di bulan Ramadhan tetapi sepanjang tahun.

Usai menyampaikan khutbah, KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA tidak langsung beranjak pergi. Beliau meluangkan waktu untuk beramah tamah dengan para takmir Masjid An-Nahdlah serta beberapa jamaah yang masih bertahan di serambi masjid. Suasana penuh kehangatan dan kekeluargaan begitu terasa, mencerminkan eratnya hubungan ulama dengan masyarakat setempat.

Dalam perbincangan santai tersebut, takmir masjid menyampaikan apresiasi atas isi khutbah yang begitu mendalam dan relevan bagi umat Islam, terutama menjelang bulan Ramadhan. Beberapa pengurus masjid juga memanfaatkan momen ini untuk berdiskusi tentang berbagai program keagamaan yang dapat digalakkan di bulan Sya’ban dan Ramadhan, termasuk kegiatan kajian, bakti sosial, serta peningkatan semangat ibadah di kalangan jamaah.

KH. Ridlwan Hambali dengan penuh kebijaksanaan menyambut baik diskusi tersebut dan memberikan beberapa arahan terkait pentingnya memaksimalkan potensi masjid sebagai pusat ibadah dan pendidikan spiritual bagi masyarakat.

"Masjid bukan hanya tempat shalat, tetapi juga pusat pembinaan umat. Jika masjid hidup dengan kajian, ibadah, dan kegiatan sosial, maka masyarakat di sekitarnya pun akan merasakan keberkahannya," ujar beliau.

Momen Kebersamaan yang Diabadikan

Sebagai tanda kenangan, acara ramah tamah tersebut ditutup dengan sesi foto bersama. KH. Ridlwan Hambali bersama takmir masjid dan beberapa jamaah yang ikut serta, dengan latar belakang Masjid An-Nahdlah yang megah. Senyum dan kehangatan terpancar dalam potret kebersamaan itu, seolah menjadi simbol ukhuwah Islamiyah yang semakin kuat.

Bagi para jamaah, momen ini tidak hanya sekadar dokumentasi, tetapi juga bentuk penghormatan kepada seorang ulama yang telah memberikan ilmu dan motivasi spiritual melalui khutbahnya. Banyak di antara mereka yang berharap bahwa kunjungan beliau ke masjid ini bukanlah yang terakhir, melainkan awal dari silaturahmi yang lebih erat di masa mendatang.

Dengan berakhirnya sesi foto bersama, satu per satu jamaah berpamitan. KH. Ridlwan Hambali pun meninggalkan Masjid An-Nahdlah dengan doa dan harapan, agar setiap ilmu yang telah disampaikan dapat diamalkan dengan baik, menjadikan bulan Sya’ban sebagai momentum meningkatkan keimanan dan persiapan menyambut Ramadhan yang penuh berkah.

 

(Artikel ini disusun oleh Badrun, berdasarkan khutbah yang disampaikan oleh KH. M. Ridlwan Hambali, Lc, MA di Masjid An-Nahdlah, Margomulyo, pada 31 Januari 2025.)

0 Post a Comment:

Posting Komentar